Minggu, 24 Juli 2016

Catatan [ku] Tentang Membelah Lintas Tengah Sumatera I :: Perjalanan Mudik via Darat (Road2Sumatera2016)



Bagi Umat Islam di Indonesia mudik adalah peristiwa "sakral". Ribuan kilo jarak akan ditempuh guna memupus rasa kerinduan terhadap orang tua, terhadap keluarga dan juga terhadap tanah kelahiran.

Bagi saya pribadi, mudik baru dilakoni setelah saya menikah dengan Gadis Minang kelahiran Lubuk Sikaping. Walaupun tidak tiap tahun kami mudik dikarenakan kami harus berbagi "Lebaran" dengan orang tua saya di Bogor. Biasanya kami mudik ke Tanah Datar, Sumatera Barat menggunakan pesawat karena menurut istri agak menguras energi jika mudik melalui perjalanan darat (semasa kuliah di IPB, istri memang setiap tahun pulang menggunakan moda transportasi darat)

Lebaran 2016 ini awalnya tidak ada niat kami untuk mudik selain tidak ada persiapan anggaran, Istri dan anak semata wayang saya pun baru pulang bulan Februari 2016 ketika Kakeknya wafat. Akan tetapi entah mengapa, panggilan untuk mudik itu menggema di saat awal - awal bulan Ramadhan. Setelah berdiskusi berdua, kami niatkan untuk pulang sembari mengajak Uni dan Adik Ipar. Ajakan bersambut, Uni beserta dua anak laki - lakinya plus adik ipar yang sedang bertugas di Sulawesi pun setuju untuk pulang via darat.

Saya lalu mencari info di internet perihal jalur mudik ke Sumatera Barat. Setelah beberapa hari googling, akhirnya saya menemukan sebuah blog keluarga yang menceritakan pengalaman mudiknya tahun 2014 dan 2015 http://azraziana.blogspot.co.id dan setelah saya membaca komentar - komentar di postingannya, blogger yang saya ketahui bernama Om Sony ini pun berencana untuk kembali mudik pada tahun 2016. Alhamdulillah batin saya ada teman konvoi. Saya pun akhirnya berkenalan dengan beliau yang ternyata tinggal di Bekasi juga dan beliau memasukan saya ke Grup WA Road2Sumatera. Berbagai informasi termuat di Grup WA tersebut.

Berbagai persiapan saya lakukan termasuk mencari kendaraan, Alhamdulillah seorang teman baik menawarkan Nissan X-trail keluaran 2005 untuk saya gunakan mudik. Uda Adi, teman baik saya itu hanya menyuruh untuk mengecek mobil tersebut ke bengkel untuk mengganti oli dsb.
X-trail 2005 dengan Stiker Road2Sumatera #45


Hari yang dinantikan pun tiba, 1 Juli 2016 selepas Sholat Jumat, kami berenam (saya, Aluna anak saya, Uni Vera dan dua anak laki – lakinya plus Rezi adik ipar saya) berangkat dari rumah di Rawalumbu menuju Kawasan Jababeka untuk menjemput Istri saya yang hari itu masih bekerja. Tepat Jam 16.00 kami jalan dari Jababeka menuju Rest Area 43 Balaraja untuk memesan tiket penyebrangan Merak – Bakauheni. Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk tiba di Rest Area 43.

Pembelian Tiket ASDP di KM.43 Balaraja

 Di sini saya bertemu dengan Om Sony dan beberapa teman segrup, kami pun antri membeli tiket ASDP sambil menunggu waktu magrib. Selepas Magrib, Om Sony langsung mengajak jalan karena dikhawatirkan semakin malam akan semakin macet menuju Pelabuhan Merak.

Jam 20.00 saya yang ketinggalan rombongan tiba di Pelabuhan Merak dan berkomunikasi via WA dengan anggota grup. Alhamdulillah bertemu dengan Ibu Lily dan keluarganya di Dermaga 3 walaupun kami harus beda kapal karena antrian mobil saya tidak kebagian masuk kapal,akhirnya saya menunggu kapal berikutnya. Jam 21.30 giliran mobil kami naik ke atas dek kapal. Udara malam yang dingin menemani perjalanan perdana saya melintasi Selat Sunda.


Kira – kira 30 menit menjelang bersandar di Bakauheni, saya sekeluarga kembali ke mobil dan langsung menyalakan mobil. Perasaan saya saat itu begitu tidak enak serasa ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Tiba – tiba ketika giliran mobil saya turun dari kapal Indicator aki  menyala dan gas tidak bisa berfungsi, klakson dari mobil di belakang saya membahana, mesin mobil saya matikan dan ketika saya hidupkan kembali ternyata tidak bisa …. panik menghinggapi seluruh tubuh. Petugas Kapal membantu mendorong mobil dari atas kapal ke dermaga.

Wah … kacau pikir saya. Wajah Istri,Uni, anak dan keponakan memandang saya penuh tanya seakan siap meninterogasi !!!! “Mobilnya kenapa Bi ??? Ngga diperiksa dulu ???” “Mobilnya kok mati, Bi?” Saya panik dan bingung harus apa karena memang tidak terlalu paham terkait kondisi mobil.

Saat itu kalau tidak salah Jam 23.30 atau 24.00, angin dingin Pelabuhan Bakauheni menyapa tubuh – tubuh kami, suasana masih kacau. Semua panik khawatir tidak bisa meneruskan perjalanan ke Sumatera Barat. Beberapa teman satu grup yang kebetulan satu kapal datang membantu tapi sayang diantara mereka tidak ada yang membawa kabel untuk menjumper aki. Saya tidak ingin menghambat perjalanan mereka, dan saya pun menyuruh mereka melanjutkan perjalanan.

Petugas Posko PMI yang berada di dekat kami menawarkan bantuan, menjumper aki mobil dan akhirnya mesin menyala kembali, tapi hanya berlangsung 10 – 15 menit ketika saya menyalakan ac, mesin mati kembali. Melihat kegelisahan keluarga, saya menyuruh adik ipar saya untuk mencarikan penginapan untuk mereka. Dibantu petugas, seluruh anggota keluarga yang terdiri dari Istri, Anak saya, Uni Ipar dan kedua anaknya serta adik ipar mencari penginapan sekitar Bakauheni menggunakan Mobil Ambulans milik PMI. Sirine meraung …

Saya menunggu di dermaga lalu menelpon teman yang punya  mobil tersebut seraya menceritakan kejadian yang baru dialami. Uda Adi meminta saya tenang dan dia akan mencari bantuan via teman – temannya di sekitaran Bakauheni. Waktu berjalan begitu lambat buat saya, teman – teman GRUP menanyakan keadaan saya. Saya hanya menjawab lanjutkan saja Om perjalanannya, saya baik – baik saja.

Menjelang pagi, datang teman dari Uda Adi bernama Bang Ambon menanyakan kondisi saya dan mobil seraya meminta saya tenang dan menjanjikan akan mendatangkan teknisi ke Bakauheni. Tak lama berselang datang 2 teknisi dan memerikan mobil kami. Kesimpulan awal ada kerusakan di aki atau di ac dynamo. Mobil pun akhirnya di bongkar.
Jam 12.30 tiba – tiba Uda Adi dan anaknya datang di Bakauheni menggunakan Nissan Xtrail 2016. Seraya meminta maaf atas kejadian yang saya alami, Uda Adi lalu menyuruh saya melanjutkan perjalanan menggunakan mobil Xtrail 2016-nya (setahu saya Uda Adi baru 3 atau 4 bulan membeli mobil ini). Perasaan campur aduk di pikiran saya, seakan tak percaya Uda Adi menyuruh saya menggunakan mobil barunya. “Pergilah, Uda disini sambil menunggu mobil beres dibenerin trus balik ke Bogor!”

X-Trail 2016 - Mobil Pengganti

Jam 13.30 ditemani adik ipar, saya meninggalkan Bakauheni menuju Penginapan dimana anggota keluarga menginap. Selepas Dzuhur dan mengisi bahan bakar kami sekeluarga melanjutkan perjalanan ke titik istirahat pertama di Kotabumi tepatnya di RM Taruko. Istri sendiri sempat kaget ketika melihat mobil pengganti. Di dalam mobil kami tak henti bersyukur atas nikmat yang Alloh berikan kepada kami.

Kami tiba di RM Taruko Jam 18.00, karena Istri dan Uni Ipar puasa, saya putuskan untuk istirahat dahulu, berbuka puasa dan sholat magrib. Saya tak putus berkomunikasi dengan teman – teman terutama Om Sony, Ibu Lily dan Om Werry menanyakan kondisi jalan yang telah mereka lalui.

Jam 19.00, setelah mendapat rekomendari dari Om Sony bahwa jalanan menuju Baruraja Sumsel aman dilalui, saya pun bergegas tancap gas dari Kotabumi menuju Baturaja. Jalanan yang saya lalui benar – benar spooky. Gelap melewati perkebunan atau hutan membuat jantung sedikit berdegup kencang. Alhamdulillah tak hanya kami yang melewati jalur tersebut, beberapa pemudik bersamaan tanpa di komandai membentuk barisan konvoi melewati jalur Kotabumi - Baturaja. Memasuki Baturaja, indicator bensin tinggal setengah tangki. Tak mau kehabisan bensin di tengah jalan dan susah menemukan SPBU, saya putuskan untuk mengisi bensin seraya membeli 1 duz air mineral.

Om Sony via WA menyarankan jika sampai di Baturaja tengah malam, jangan dipaksakan untuk melanjutkan perjalanan. Lebih baik menginap di Baturaja. Om Sony merekomendasikan Hotel BIL di Baturaja sebagai tempat menginap. Hotel BIL ini mudah ditemukan karena berada di SPBU yang terbesar di pinggir jalan Lintas Tengah Sumatera. Waktu menunjukan Jam 23.30 ketika kami tiba di Hotel BIL. Kami putuskan untuk menginap seraya meluruskan otot – otot badan yang pegal. Tarif menginap disini sekitar empat ratus ribuan.
 
Gantian Membawa Kendaraan dengan Adik Ipar

Pagi hari, jam 05.30 kami sudah meninggalkan Hotel BIL Baturaja. Hari kedua giliran adik ipar saya yang bawa mobil. Menelusuri jalanan yang eksotis, hamparan sawah, sungai, dan hutan disepanjang jalur Muara Enim – Lahat – Tebing Tinggi membuat saya dan keluarga tak menyesal memutuskan pulang via darat. Indahnya Indonesia !!!
Kondisi jalan antara Muara Enim - Lahat – Tebing Tinggi terdapat lubang serta longsoran di beberapa tempat. Melewati jalur ini kita harus menyediakan uang recehan untuk diberikan kepada pemuda setempat yang menjaga jalan longsor dan beberapa sumbangan untuk renovasi Mesjid. 

Memasuki Kota Lahat

Antri di jalan yang longsor


Jam 13.30 kami tiba di Musi Rawas dan beristirahat sejenak di Masjid Raya Darussalam Musi Rawas. Beberapa pemudik saya jumpai sedang beristirahat di Masjid ini bahkan ada beberapa dari mereka mandi menyegarkan badan. Setelah menunaikan sholat dan istirahat sejenak kami pun bergegas meninggalkan Musi Rawas menuju Lubuk Linggau. Hari kedua ini tugas saya hanya menjad navigator, lumayanlah sambil meluruskan kaki – kaki.

Sebelum memasuki Soralangun, kami mengisi bensin kembali. Adik ipar berkeinginan tiba di Batusangkar malam hari sehingga meminta saya bergantian membawa mobil menuju Muara Bungo dan nanti dia yang melanjutkan dari Muaro Bungo ke Batusangkar. Jalur Soralangun – Bangko – Muaro Bungo menurut saya tidaklah se-extrim Baturaja – Lubuk Linggau yang berkelok – kelok. Jalur Soralangun – Bangko – Muaro Bungo relative lurus turun naik. Hasrat untuk menginjak dalam gas menggoda hati, namun istri selalu mengingatkan agar berhati – hati. Jam 19.30 kami tiba di Muaro Bungo  beristirahat sejenak sambil menikmati Martabak Mesir dan Sate Padang.

Memasuki Dhamasraya, kami bergantian membawa mobil. Adik ipar yang sudah hapal jalur tersebut langsung meng-gas mobil menuju Batusangkar. Hari sudah malam, kami sempatkan mengisi bensin di Dhamasraya dan menunaikan sholat. Jam 21.00 kami pun bergegas menuju Batusangkar. Saya tidak kuasa menahan kantuk akhirnya tertidur dan terbangun sesaat sebelum masuk daerah Sijujung. Jam 01.00 Akhirnya kami sekeluarga tiba di Sungai Tarab, Batusangkar. Perjalanan yang sungguh mengasyikan !!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar